Selasa, 01 Juli 2014

Ta'aruf VS Pacaran


Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh 2 orang berlawan jenis tanpa ada ikatan resmi. Biasanya pacaran dilakukan karena adanya rasa saling suka. Pacaran kadang disertai aktivitas yang terlalu intim dan dilarang agama, namun ada juga yang masih bisa menjaga dirinya masing-masing. Dalam hubungan pacaran, bisa jadi
ada rencana pernikahan, namun kebanyakan belum memikirkan ke arah pernikahan. Dan bagi yang memikirkan pernikahan pun ada yang mau nikah dalam waktu dekat dan ada yang masih lama rencana pernikahnya. Namun, persepsi umum dari pacaran adalah aktivitas intim (kedekatan) yang dilakukan 2 orang yang masih belum resmi menjadi suamu istri. Kedekatan itu bisa kedekatan secara fisik dan bisa jadi kedekatan komunikasi.

Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Pengertian ini jelas berbeda pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan... contohnya seperti inii...  
  

Pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.

Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), dating (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).

Bagaimanapun mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual dalam pacaran diartikan sebagai hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran akan lebih banyak mudharatnya dibanding maslahatnya. Satu contoh, orang berpacaran cenderung selalu memikirkan pacarnya. Misalnya bagi mahasiswa, waktu luangnya banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Contoh lain misalnya seorang mahasiswa biasanya masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ?

Atas dasar itulah para ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !

Sudah banyak gambaran kehancuran moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat berkembangnya peradaban modern tanpa adanya iman sebaagai filter yang kuat. Islam sendiri sebagai penyempurnaan akhlak tidak kalah canggihnya memberi penjelasan mengenai berpacaran. Pacaran menurut Islam diidentikkan sebagai apa yang dilontarkan Rasulullah SAW : "Apabila seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah." (HR Ahmad dan Abu Daud).

Namun Islam juga, jelas-jelas menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai Allah, karena banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, pergi bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at terhadap larangan melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya: "Janganlah salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita, kecuali bersama dengan muhrimnya." Tabrani dan Al-Hakim dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits yang lain: "Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati."

Tapi mungkin juga ada di antara mereka yang mencoba "berdalih" dengan mengemukakan argumen berdasar kepada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Abu Daud berikut : "Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, atawa memberi karena Allah, dan tidak mau memberi karena Allah, maka sungguh orang itu telah menyempurnakan imannya."Tarohlah mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang kokoh, yang nggak bakalan terjerumus terlalu jauh dalam mengarungi "dunia berpacaran" mereka. Tapi kita juga berhak bertanya, sejauh manakah mereka dapat mengendalikan kemudi "perahu pacaran" itu ? Dan jika kita kembalikan lagi kepada hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa barang siapa yang mencintai karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang, lalu benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah ? Dan bagaimana mereka merealisasikan "mencintai karena Allah" tersebut ? Kalau misalnya ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan, atau bahkan sampai buka aurat (dalam arti yang semestinya selain wajah dan dua tapak tangan) bagi sang wanita, atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa dikategorikan sebagai "mencintai karena Allah ?" Jawabnya jelas tidak. Lalu sebenarnya apakah perbedaan antara Pacaran dengan Ta’aruf ?

Secara bahasa Ta'Aruf berasal dari bahasa arab 'Arafa yang bermakna kenal/ tahu. Sedangkan arti bebasnya Ta'Aruf adalah proses kegiatan bersilaturahmi untuk saling berkenalan. Secara gamblang bisa kita sebut berkenalan dengan bertatap muka, atau main atau bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa dikatakan tujuandari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Ta'Aruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak apakah bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah. Ta'Aruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal. Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan.

Ta'Aruf sangat berbeda dengan Pacaran. Ta'Aruf secara Syar'i memang dianjurkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin menikah. Perbedaan hakiki antara Pacaran dengan Ta'Aruf adalah dari segi tujuan sertamanfaatnya.

Jika pacaran lebih didasarkan atas dorongan hawa nafsu, mencari kesenangan,mengejar kenikmatan sesaat,bahkan tak jarang sampai terjadi praktek perzinahan (minimal mendekati zina), serta maksiat-maksiat lainnya. Sedangkan Ta'Aruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan yang pada akhirnya jika ada kecocokan akan dilanjutkan dengan pernikahan.

Dalam upaya melakukan Ta'Aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang paling utama adalah wali atau keluarganya. Jadi, Ta'Aruf bukanlah bisa bebas berdua atau sampai bebas bermesraan berdua. Akan tetapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan jenjang selanjutnya menuju sebuah perjalanan berdua yan panjang dan penuh rintangan.

Ta'Aruf adalah media syar'i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global. Melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya masalah kecantikan calon isteri. Dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama. Bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah menganjurkan seorang calon suami untuk mendatangi calon isterinya secara langsung face to face. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat. Jadi tidak ada salahnya untuk dilihat. Khusus dalam kasus Ta'Aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas. Akan tetapi kalau perlu dipandang dan diperhatikan dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh di sana ataupun adanya kecacatan fisik yang dapat mengurangi daya tariknya. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua telapak tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas. Selain wajah, calon suami juga dibolehkan melihat telapak tangan calon dengan seksama. Karena wajah dan telapak wanita bukanlah termasuk aurat. Mungkin hal ini memang terdengar sedikit ”konyol”. Akan tetapi hal ini sangatlah penting untuk kelangsungan keharmonisan hubungan mereka nantinya. Bahkan buktinya sampai dianjurkan oleh Rasulullah SAW sendiri dalam sabda beliau yang telah saya sebutkan sebelumnya.

Selain untuk urusan melihat secara fisik, Ta'Aruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara berkehidupan dalam keseharian dan lain-lainnya. Hanya saja semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syariat islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi, misalnya jalan-jalan berdua, nonton, bboncengan, kencan, dan lains sebagainya dengan menggunakan alasan ta’aruf.

jadi sesungguhnya Ta'aruf hanya untuk mereka yang siap menikah. Jika belum siap untuk menikah, jangan pernah berani untuk melakukan ta'aruf..! apalagi mengatasnamakan pacaran sebagai sebuah Ta’aruf..!


Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar